Postingan

Kita dan Keadilan Anak-Anak

Gambar
Scroll Scroll Scroll terus... Siang itu tanggal 9 April 2019. Jagat twitter tiba-tiba ramai dan memanas seperti suhu udara Puri Kembangan Jakarta Barat dengan tagar #JusticeforAudrey. Bahkan tidak perlu waktu yang lama petisi yang dikeluarkan oleh segelintir insan (karena lebih dari satu) sudah ditandangani banyak insan lainnya yang juga terpanggil hatinya dengan isu yang sedang panas-panasnya siang itu. Sebagai manusia normal kepo adalah hal yang wajar. Tapi syukurnya gua ga sampai hati untuk juga mencari tahu terlalu dalam siapa dan bagaimana latar belakang korban maupun pelaku. Tapi arus informasi di media sosial yang ngga bisa gua hindari, timeline gua benar-benar penuh dengan kondisi korban maupun perilaku pelaku setelah ataupun sebelum kejadian. Ini yang menjadi hal yang menarik, kawan sejawat dunia maya pada dasarnya gua paham mereka hanya emosi sesaat tapi hal itu tidak dibenarkan juga secara aturan yang sudah ada. Bagaimanapun korban dan pelaku ada dalam kategori umur

Sebuah Review : Orang Kaya Baru, Sebuah Realita dalam Film

Gambar
"Lucu gak si film nya" "Lucu banget" "Ahh tapi judulnya begitu" "Tonton dulu, jangan cuma nilai dari judulnya" "Ahh tapi kaya ngikuti Crazy Rich Asian" "Kagak.... beda banget nonton aja dah coba dulu" Percakapan yang acap kali muncul nih kalau ada film Indonesia baru keluar dan yang dinilai pertama adalah judul. Ya memang, film ini kalau diliat secara judul emang meragukan. Mungkin orang Indonesia masih banyak yang terkotak oleh bentuk sehingga sineas film bisa banyak timbang menimbang dalam memberikan judul film. Banyak film bagus yang tidak ramai ditonton salah satunya karena itu, ya marketing si tapi itu lah realita penonton film sekarang. Lanjut ah kita mulai aja ya review film nya Premis Sederhana yang Istimewa Ketika lo semua liat dari penulis skenario film ini mungkin ga akan seharusnya lo ragu. Ya, film ini ditulis sama Joko Anwar. Selalu Joko Anwar ini menampilkan premis dalam film yang dia tulis secara sede

Sebuah Review : Keluarga Cemara, Bukan Film Nostalgia

Gambar
Mari kita buka review ini dengan bait yang pasti sering digunakan reviewer lain ketika mereview film ini.  "Harta yang paling berharga adalah keluarga. Istana yang paling indah adalah keluarga. Puisi yang paling bermakna adalah keluarga. Mutiara tiada tara adalah keluarga." Udah ya, nanti malah pada keterusan nyanyi. Selamat tahun baru btw buat kalian semua, ini adalah review awal tahun gua dan film Keluarga Cemara secara special jadi film pertama yang gua tonton di 2019, tepuk tangan dulu dong. Oke langsung aja di review yaa film Keluarga Cemara-nya Ketika trailer film Keluarga Cemara muncul dalam pikiran gua film ini harus ditonton, karena sepertinya gua akan bernostalgia menikmati drama syarat akan nilai kehidupan seperti di sinetron dulu. Tapi setelah kemarin gua nonton anggapan itu terpatahkan. Film Keluarga Cemara ini lebih dari sekedar film nostalgia. Memang film ini diadaptasi dari sinetron yang melegenda di hati pemirsah tersebut. Namun secara cerita film

Asian Games dalam Lingkaran Polusi Visual

Setiap hari ( kerja) saya selalu melintasi jalan raya Lenteng Agung untuk kemudian menyebrang masuk ke jalan raya Pasar Minggu hingga terus berlanjut bertemu patung dirgantara Pancoran), masuk ke daerah Tebet dan diakhiri dengan memasuki Kawasan Kuningan sampai akhirnya tiba di kantor. Hal tersebut selalu berulang selama menjalani hari-hari menjadi buruh korporat layaknya masyarakat perkotaan lainnya. Sebab  Hagerstrand menjelaskan bahwa karena kompleksitas kehidupan masa kini, telah menjadi kewajiban bagi kita semua untuk bergerak melintasi tempat-tempat dan ruang ini. Gilllian Rose juga menuliskan bahwa masyarakat secara keseluruhan terbangun dari konsekuensi yang tak dikehendaki dari aksi individu yang terus berulang (Rose, 1993; Barker, 2016: 309). Dari situlah saya dan mungkin beberapa warga kota lainnya juga (harusnya) sadar bahwa k ita hidup di dalam rutinitas yang membuat kita melakukan hal-hal yang telah terpola karena pengulangan yang terus-menerus.  Tahun ini Indonesia me

Depok Kota Tanpa Jatidiri (?)

Gambar
Linimasa media sosial penulis beberapa bulan yang lalu dipenuhi banyak mention terutama di Twitter. Bahkan beberapa ada yang mengirim pesan secara langsung, sekedar untuk bertanya. "Depok itu emang parah banget ya macetnya?" Begitu kira-kira bunyi pesan dari salah satu kawan diluar kota nan jauh disana. Pertanyaan dan keramaian lini masa media sosial tersebut tidak lain tidak bukan karena beberapa artikel yang dikeluarkan oleh media online kenamaan Tirto.ID pada tanggal 29/01/2018. Pada hari tersebut muncul beberapa artikel, dari yang menyebutkan Depok sebagai desa yang gagal menjadi kota, mengenai masterplan yang juga tidak jelas sampai kepada kemacetan yang tak kunjung memiliki solusi. Pada tulisan kali ini, penulis akan mencoba menelaah masalah yang diangkat dan pandangan secara sederhana menurut penulis mengenai Depok dengan segala kesemrawutannya. Mari kita mulai tulisan ini dengan bismillah, hmmm maksudnya memulainya dengan menganggap bahwa Kota Depok bukan hanya Marg

Sebuah Review : Eiffel I'm in Love 2, Sebuah Penantian 15 Tahun

Gambar
Wakanda? Eiffel? Wakanda? Eiffel? Wakanda? Ahh akhirnya setelah bingung menentukan tontonan sabtu hari kemarin, gua memutuskan bermain imaji di Eiffel terlebih dahulu dan menikmati romansa menggemaskan Adit dan Tita. Jujur, gua ga sampe abis nonton Eiffel I’m In Love yang tahun 2003. Sampe tengah film gua merasa gila ini film menye abis, dan geregetan sama konflik yang diciptain dalam film itu. Tapi akhirnya gua memutuskan untuk menikmatin Eiffel I’m In Love 2 ini, urusan gua ga terlalu nyambung karena ga nonton yang pertama sampe abis itu belakangan. Karena setidaknya gua udah kenal karakter yang ada didalam film itu, mulai dari Adit, Tita, Uni, Alan sampe almarhum Om Reza yang sebenernya kalau masih ada mungkin akan membuat film lebih menarik. Seperti biasa, yang tadi gua jelasin itu cuma prolog kegelisahan aja sebelum nonton. Nah sekarang baru dimulai reviewnya. Eiffel I’m in Love 2 ini adalah sekuel dari film remaja yang hits juga sebelumnya di 2003 buat yang belum tau. Simp

Sebuah Review : Dilan 1990, Pembuktian Iqbal.

Gambar
Dilan oh.. Dilan… Ketika novel Dilan keluar bisa dipastikan untuk semua pembacanya yang laki-laki ingin menjadi Dilan dan yang perempuan ingin memiliki kekasih layaknya Dilan. Mungkin tidak semua tapi bisa dianggap beberapa. Kenapa enggak? Bagi lelaki menjadi anak sekolah yang disegani, idealis dan pandai membuat gombalan yang membuat setiap wanita merasa beruntung di ucapkan selamat tidur ataupun rindu setiap harinya. Ataupun bagi para perempuan yang memiliki kekasih siap sedia melindungi dirinya ketika ada yang menganggu dan setiap harinya dipenuhi wajah bahagia tertawa sendirian tatkala mendengar sang kekasih memberinya gombalan receh ataupun sepucuk surat misterius. Tapi… semua itu sirna setelah pengumuman novel Dilan akan di film-kan dan pemeran pria yang dalam imajinasi para pembacanya cool, berandalan tapi tetap sayang orang tua itu sirna. Yaa… pasti beberapa merasa begitu… liat aja instagram ayah Pidi Baiq ataupun tab mention twitternya. Pasti banyak yang mempertanyak