Sebuah Review : Keluarga Cemara, Bukan Film Nostalgia


Mari kita buka review ini dengan bait yang pasti sering digunakan reviewer lain ketika mereview film ini. "Harta yang paling berharga adalah keluarga. Istana yang paling indah adalah keluarga. Puisi yang paling bermakna adalah keluarga. Mutiara tiada tara adalah keluarga."

Udah ya, nanti malah pada keterusan nyanyi. Selamat tahun baru btw buat kalian semua, ini adalah review awal tahun gua dan film Keluarga Cemara secara special jadi film pertama yang gua tonton di 2019, tepuk tangan dulu dong. Oke langsung aja di review yaa film Keluarga Cemara-nya

Ketika trailer film Keluarga Cemara muncul dalam pikiran gua film ini harus ditonton, karena sepertinya gua akan bernostalgia menikmati drama syarat akan nilai kehidupan seperti di sinetron dulu. Tapi setelah kemarin gua nonton anggapan itu terpatahkan. Film Keluarga Cemara ini lebih dari sekedar film nostalgia. Memang film ini diadaptasi dari sinetron yang melegenda di hati pemirsah tersebut. Namun secara cerita film ini terasa fresh dan memiliki kedekatan dengan era saat ini.

Sedikit gambaran saja film ini mengambil plot cerita lebih mundur lagi, dengan pembuka cerita sebab musabab Abah sekeluarga jatuh miskin hingga harus berpindah dari Jakarta ke sebuah desa. Ketika perpindahan itulah segala drama dimulai. Bumbu-bumbu nostalgia juga mulai sedikit demi sedikit muncul dengan porsi yang pas seperti becak dan opak. Namun secara cerita di film ini kehidupan keluarga Abah ini tidak menggambarkan sebuah kemiskinan seperti di sinetron-sinetron kebanyakan. Drama disini tidak terlalu membesarkan porsi tentang kehidupan keluarga miskin tapi bagaimana keluarga itu menerima atau bahkan beradaptasi dengan keadaan baru yang serba sulit. 

Di film ini tidak ada peran antagonis yang mencolok seperti film drama kebanyakan. Seperti yang dikatakan sebelumnya, menerima dan adaptasi dengan keadaan yang baru adalah musuh benar-benar keluarga ini. Mungkin itu juga yang membuat film ini terasa dekat dengan kita, karena menerima keadaan adalah musuh terbesar manusia. Bayangin jika hidup lo seperti Abah, kemarin lo masih pake kemeja, terus naik mobil dan kerja diruangan AC tapi tiba-tiba hari ini ketika lo bangun tidur dan buka mata semua itu udah ga ada dan lo harus mulai lagi semuanya dari awal. Berat.
Ini yang menjadi penyebab film tidak terasa membosankan, karena harus diakui film drama jika tak pandai-pandai betul membuat alur cerita pasti membuat penonton terasa garing.

Lanjut ke film lagi ya, semua pemain disini menampilkan porsinya masing-masing. Abah Ringgo benar-benar menampilkan sosok Ayah hari ini, kudu tangguh, kuat dan bisa segera menyesuaikan dengan keadaan. Terbukti ketika dia harus menghidupi kelanjutan hidup keluarganya yasudah pilihan terbaik dan alternatif adalah bukan menjadi tukang becak, karena pasti ga banyak yang gunakan jasanya saat ini. Tapi doi lebih milih jadi supir transportasi lainnya (biar ga spoiler amat lah ya).


Emak Nirina selalu jadi penengah dalam setiap konflik keluarga yang ada. Benar-benar peran ibu dalam kehidupan nyata. Selalu punya magic agar rumah terasa adem. Euis (Zara JKT48 oy oy oy) sosok yang mungkin paling menderita menurut gua disini. Emosi banyak terkuras dari sosok ini yang dalam masa remajanya harus bisa menerima kenyataan kehidupan keluarga yang dari serba berkecukupan menjadi pas-pasan. Ara (Widuri) adalah tokoh paling absurd tapi sweet. Dia benar-benar hero buat gua di film ini, kepolosan anak-anak benar-benar bisa diwakilkan sama Ara, ngomong apa adanya, bertanya apa yang ini dia tanya, dan melakukan hal apa yang ingin dia lakukan. Salut buat Widuri, gua prediksi dia bisa aja jadi pemenang FFI kategori pemeran anak kayanya nih. 

Wahh udah panjang review ala-ala dari gue, yang pasti film ini mengajarkan banget ke kita bahwa keluarga itu saling menguatkan. Tanggung jawab keluarga itu bukan cuma di satu dua orang. Semua bertanggung jawab untuk keluarganya masing-masing dan keadaan dalam hidup keluarga adalah kekuatan tersembunyi yang sebenarnya setiap keluarga milikin. Cocok bagi kalian yang ingin menonton film lebih dari sekedar nostalgia dan mengajak keluarga atau calon keluarga juga boleh lah. Penutup ada quotes gatau dari mana tapi sepertinya mewakilkan film ini buat kalian.

"No family is perfect… we argue, we fight. We even stop talking to each other at times. But in the end, family is family…The love will always be there."




Komentar

Postingan populer dari blog ini

Depok Kota Tanpa Jatidiri (?)

Sebuah Review : Susah Sinyal. Film Pembuka di Tahun 2018

Sebuah Review : Orang Kaya Baru, Sebuah Realita dalam Film